Minggu, 22 Desember 2013

Step by step to S.Si (Step 4)

Melanjutkan kisahku sebelumnya..
sudah satu minggu setengah aku kembali ke lab setelah sekian lamanya (hampir 8 bulan menunda penelitian) dan memulai rutinitas: berangkat pagi (sekitar jam set8 dan sampai ke lab jam 8 an) dengan berjalan kaki dulu sampe pertigaan trus nek angkot bayar ongkos 2.500 dan jalan lagi dr depan gerbang sampe lab melewati hutan belantara (lebay),  di lab memasukkan dan mengolah data, membaca literatur, konsultasi (ngobrol biasa sih) dengan pembimbing di lab, solat di musola, makan di lab (kalo bawa bekel) atau di kantin lab, pulang sore-sore (sekitar jam4an,dan hampir selalu hujan minimal gerimis).
dan besok aku sudah ditagih oleh pembimbingku untuk menyerahkan draft skripsi ku!!! hwaa.....(selalu begini, ga bljar dr pengalaman ni)
mski belum sempurna, aku bagi sebagian draft skripsiku ya..

OPTIMASI PRODUKSI OLIGOSAKARIDA DARI PATI UMBI TACCA MENGGUNAKAN Brevibacterium sp.


FEBY HERYANI PUTRI


DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil alam termasuk tanaman pangan. Tanaman pangan ini dimanfaatkan untuk kebutuhan konsumsi makhluk hidup. Pengembangan pertanian saat ini tidak hanya berorientasi pada peningkatan produksi, tetapi juga pada produktivitas dan nilai tambah bahan pangan tersebut. Umbi Tacca (Tacca leontopetaloides) adalah salah satu tanaman pangan sumber karbohidrat alternatif yang banyak ditemui tumbuh liar di seluruh wilayah pesisir Indonesia, misalnya di daerah pesisir Garut Selatan dengan nama lokal jalawure, dan di daerah Kabupaten Kepulauan Talaud khususnya Kecamatan Nanusa, Sulawesi Utara dengan nama lokal anuwun. Umbi Tacca ini tidak dapat langsung dikonsumsi karena pada umbi terdapat senyawa rasa pahit yang yang mengandung Taccaline. Selain itu, pengembangan umbi Tacca ini juga masih sangat terbatas. Masyarakat disekitarnya hanya mengonsumsi umbi Tacca sebagai bahan pangan alternatif pengganti beras, dan tepung Tacca digunakan untuk membuat berbagai jenis kue, baik kue kering maupun kue basah (Aatjin 2012).
Umbi Tacca mengandung 74.8% karbohidrat, 66.65% pati, 22.7% amilosa dan 43.88% amilopektin (Aatjin 2012). Pati yang dikandung oleh umbi Tacca ini berpotensi untuk menghasilakan oligosakarida melalui proses hidrolisis enzimatik. Dengan mengubah terlebih dahulu pati menjadi oligosakarida, nilai jual umbi Tacca akan semakin tinggi.
Oligosakarida memiliki fungsi penting bagi kesehatan makhluk hidup seperti meningkatkan populasi bakteri baik di saluran cerna, mereduksi reaksi alergi, meningkatkan penyerapan mineral, dan memodulasi metabolisme lipid. Oligosakarida juga merupakan bahan makanan yang memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan kualitas berbagai makanan (Nakakuki 2002). Oligosakarida dapat digunakan sebagai prebiotik untuk ternak dan zat pemacu pertumbuhan alternaif yang aman sebagai pengganti antibiotik pada unggas (Haryati 2010; Nurmeiliasari 2008)
Oligosakarida juga berperan prebiotik dalam meningkatkan imunitas. Tidak terdegradasi oleh enzim endogenus yang dihasilkan organisme inang. Tidak dicerna dan tidak diserap sehingga menurunkan asupan energi dalam pencernaan dan menurunkan pengeluaran insulin, akan tetapi dengan mudah difermentasi oleh Bifidobacteria yang ada dalam saluran pencernaan dan menghasilkan SCFA yang akan menurunkan pH usus sehingga persentase bakteri menguntungkan meningkat, sedangkan persentase bakteri pembusuk yang merugikan menurun. Hasil fermentasi mikrobial dari oligosakarida ini mempunyai pengaruh yang menguntungkan terhadap proliferasi sel dari dinding mukosa usus, menunjukan sifat antiradang dan aktifitas antitumor serta meningkatkan aktifitas motorik usus. Dengan demikian populasi bakteri gram negatif dapat menurun (Oyofo et al., 1989; Bayley et al., 1991; Waldroup et al., 1993).
Produksi oligosakarida dapat dilakukan dengan cara menghidrolisis pati. Pati dapat dihidrolisis dengan asam (non enzimatis) atau dengan enzim (enzimatis). Hidrolisis dengan asam memiliki beberapa kelemahan, yaitu metode ini harus dilakukan pada medium yang sangat asam (pH 1-2), suhu yang tinggi (150-230°C), dan tekanan yang tinggi. Sebagai akibat dari proses termal, hidrolisis secara asam menghasilkan proses samping yang mengkontaminasi hidrolisat produksi akhir. Sedangkan hidrolisis enzimatik dilakukan pada kondisi yang lebih lembut, yaitu temperature yang lebih rendah (dibawah 100°C), tekanan normal, pH sedang (6-8), dan memiliki kecepatan reaksi yang tinggi (Kolusheva dan Marinova 2006). Kebanyakan hidrolisis enzimatik menggunakan enzim α-amilase dari berbagai sumber yang berbeda, salah satunya yaitu dari Brevibacterium sp.. Brevibacterium sp. adalah mikroba laut yang merupakan bakteri gram negatif, bersifat aerobik dan dapat menghasilkan amilase pada kondisi suhu ruang serta pH 8 (Rahmani 2011).
Proses hidrolisis enzimatik dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu enzim, konsentrasi substrat, suhu, pH, waktu hidrolisis, perbandingan enzim dan substrat serta pengadukan (Purba 2009). Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan optimasi hidrolisis enzimatis pati umbi Tacca menggunakan amilase dari Brevibacterium sp. untuk menghasilkan oligosakarida dengan menggunakan beberapa parameter, yaitu konsentrasi substrat, perbandingan konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat, serta waktu hidrolisis. Hasil hidrolisis tersebut selanjutnya dianalisis gula total, gula pereduksi, TLC dan HPLC.
Tujuan penelitian ini yaitu menentukan kondisi optimum reaksi hidrolisis pati umbi Tacca untuk menghasilkan oligosakarida yang pada jangka panjangnya oligosakarida ini dapat dimanfaatkan sebagai prebiotik. Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah oligosakarida dapat dihasilkan dari pati umbi Tacca hasil hidrolisis dengan amilase dari Brevibacterium sp. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan nilai guna mengenai manfaat pati umbi Tacca dan produk turunannya berupa oligosakarida yang bernilai jual tinggi dan berfungsi sebagai komponen pangan sehat seperti prebiotik.


BAHAN DAN METODE

 

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan sebagai substrat yaitu pati hasil ekstraksi umbi Tacca berumur 9 bulan yang berasal dari Hutan Jati yang tumbuh di Desa Palemahan, Pantai Siung, kawasan Gunung Kidul, Jawa Tengah. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan media peremajaan, pertumbuhan, dan produksi enzim amilase ekstrak kasar yaitu Artificial Sea Water (ASW), yeast extract, pepton, pati komersial, akuades, agar, dan isolat Brevibacterium sp. yang merupakan koleksi bakteri laut di Laboratorium Biokatalis dan Fermentasi, Pusat penelitian Bioteknologi, LIPI Cibinong Bogor. Bahan-bahan lain yang digunakan untuk analisis kimia yaitu buffer fosfat pH 6.6 (0.2 M), pereaksi DNS (DNS, NaOH, Na-K tartrat), fenol 5% (b/v), H2SO4 pekat, n-butanol, asam asetat, α-difenilamin, aseton, asam fosfat, dan anilin.
Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan media peremajaan dan pertumbuhan bakteri yaitu erlenmeyer, cawan petri steril, magnetic stirrer, jarum ose steril, bunsen, laminar dan plastik wrap. Alat-alat yang digunakan untuk produksi enzim amilase yaitu erlenmeyer, inkubator goyang, sumbat kapas, dan hot plate. Selain itu alat-alat yang digunakan untuk analisis kimia yaitu tabung reaksi, rak tabung, microtube ependorf, pipet mikro, sentrifus, stopwatch, waterbath, kuvet, spektrofotometer uv-vis, autoklaf, Kromatografi Lapis Tipis (Thin Layer Chromatography, TLC) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (High Performance Liquid Cromatography, HPLC).

Metode

Produksi enzim amilase ekstrak kasar (Rahmani et al. 2011)
Pembuatan media peremajaan dan kultur penumbuhan bakteri
Pembuatan media diawali dengan menyiapkan bahan penyusun media peremajaan dan kultur bakteri terlebih dahulu yang terdiri dari 38 g/l Artificial Sea Water (ASW), 2% pati komersial, 1.5% agar, 1 g/l yeast extract dan 5 g/l pepton. Media tersebut disterilisasi pada 121°C selama 15 menit. Peremajaan bakteri dilakukan pada cawan petri steril, sedangkan kultur pertumbuhan bakteri dilakukan pada media cair. Bahan yang digunakan pada media peremajaan dan kultur pertumbuhan bakteri hampir sama, hanya saja agar tidak ditambahkan pada media kultur pertumbuhan.

Peremajaan dan proses kultur bakteri
Peremajaan bakteri, dalam hal ini Brevibacterium sp. dilakukan dengan menggoreskan isolat bakteri menggunakan jarum ose steril pada media padat yang telah disiapkan. Media tersebut mengandung komponen nutrisi dan sumber karbon bagi pertumbuhan isolat bakteri. Sebelum melakukan penanaman, laminar tempat kerja disinari sinar UV terlebih dahulu selama 15 menit untuk membunuh mikroorganisme yang tidak diinginkan sehingga dapat menurunkan risiko kontaminasi sebelum penanaman. Media yang telah ditanami isolat diinkubasi pada suhu 30°C selama 3 hari.
Setelah itu dilakukan prekultur dan kultur isolat bakteri pada media cair. Prekultur dilakukan dengan memindahkan sebanyak 1 ose koloni tunggal bakteri ke dalam 20 ml media cair. Tujuan prekultur yaitu sebagai tahap adaptasi bakteri terhadap media pertumbuhan sebelum dilakukan kultur pada volume yang lebih besar yaitu 180 ml media cair. Prekultur diinkubasi pada inkubator goyang 150 rpm, 30°C selama 3 hari. Selanjutnya dilakukan proses kultur pada kondisi yang sama seperti pada prekultur. Satelah hari ke-4 kultur siap dipanen. 

Preparasi enzim amilase ekstrak kasar
Amilase ekstrak kasar didapatkan dari ekstraksi kultur sel dengan cara sentrifugasi pada kecepatan 6764xg rpm selama 15 menit. Ekstrasi enzim amilase dipertahankan pada suhu dingin yaitu minimal 4°C (Liu et al. 2011) untuk menjaga aktifitas enzim. Hasil ekstraksi enzim (supernatan) yang diperoleh merupakan amilase ekstrak kasar yang siap digunakan untuk proses hidrolisis.

Analisis aktivitas amilase ekstrak kasar (modifikasi Bernfeld 1995)
Aktivitas enzim amilase ditentukan dengan menggunakan metode DNS yang telah dimodifikasi (Bernfeld 1995) dengan mereaksikan 0.5 ml enzim yang telah diencerkan dengan faktor pengenceran tertentu dan 0.5 ml larutan pati 0.5% (b/v) dalam buffer fosfat  pH 6.6 (0.2 M), kemudian diinkubasi 30°C selama 30 menit. Reaksi dihentikan dengan merendam tabung reaksi berisi sampel dalam air mendidih 100°C selama 20 menit. Gula pereduksi yang dibebaskan ditentukan dengan menggunakan metode DNS (Miller 1959). Warna yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh dikonversi  menjadi konsentrasi gula pereduksi (ppm) menggunakan persamaan yang didapat dari kurva standar glukosa. Satu unit aktivitas enzim (U) merupakan jumlah enzim yang mampu mengkatalis perubahan 1 µmol substrat per menit pada keadaan pengukuran optimal (Lehninger 2008). Rumus:

Penentuan kondisi hidrolisis enzimatis pati umbi Tacca (Rahmani 2013)
Tahap ini merupakan tahap penentuan kondisi produksi oligosakarida dengan menggunakan enzim amilase ekstrak kasar. Terdapat tiga variabel yang harus ditentukan yaitu konsentrasi substrat b/v (1.5; 3; 4.5; 6; 7.5)%, perbandingan enzim-substrat v/v (1:1; 1:5; 1:10), serta waktu reaksi hidrolisis enzimatis (jam ke-1; 2; 4; 6; 8). Penentuan kondisi tersebut dilakukan secara bertahap. Konsentrasi substrat ditentukan terlebih dahulu. Setelah diperoleh konsentrasi substrat yang optimum, dilanjutkan dengan penentuan perbandingan enzim-substrat. Adapun penentuan waktu optimum rekasi hidrolisis dilakukan dengan pengambilan sampel pada jam ke-1, 2, 4, 6, dan 8.
Proses reaksi hidrolisis enzimatis dilakukan dengan cara membuat larutan substrat terlebih dahulu menggunakan pelarut akuades, lalu dipanaskan pada suhu 80°C selama 10 menit dan didiamkan hingga suhunya mencapai 30°C. Selanjutnya dilakukan penambahan amilase ekstrak kasar sebanyak 1 ml dan disimpan pada inkubator goyang 150 rpm pada suhu tertentu. Pengambilan sampel dilakukanpada jam ke-1, 2, 4, 6, dan 8. Sampel dipanaskan pada suhu 100°C selama 15 menit, dan didiamkan hingga suhunya 27°C, lalu sentrifugasi pada kecepatan 6764xg rpm selama 15 menit dan supernatan yang dihasilkan selanjutnya dianalisis gula pereduksi, gula total, KLT dan KCKT.
 
Analisis kimia
Analisis gula total (modifikasi Dubois et al. 1956)
Analisis gula total ditentukan dengan menggunakan metode fenol-asam sulfat yang telah dimodifikasi (Dubois et al. 1956). Larutan glukosa standar masing-masing sebanyak 0.5 ml dengan konsentrasi 50, 100, 150, 200 ppm dimasukkan ke dalam tabung reaksi, begitu juga sampel hasil hidrolisis. Sebanyak 0.5 ml larutan fenol 5% (b/v) dan 2.5 ml asam sulfat pekat ditambahakn ke dalam larutan standard an sampel kemudian diinkubasi pada suhu 40°C selama 20 menit. Setelah itu absorbansi diukur pada panjang gelombang 490 nm.

Analisis gula pereduksi (modifikasi Miller 1959).
Jumlah gula pereduksi yang terbentuk ditentukan dengan metode DNS yang telah dimodifikasi (Miller 1959). Sebanyak 0.5 ml larutan standar glukosa dengan konsentrasi 50, 100, 150, 200, 250, 500 ppm yang telah diencerkan dari 1000 ppm dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah 0.75 ml pereaksi DNS, begitupun sampel hasil hidrolisis. Larutan standar sampel dimasukkan ke dalam waterbath 100°C selama 20 menit kemudian didiamkan sampai suhunya mendekati suhu ruang. Setelah itu dilakukan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 540 nm.

Kromatografi Lapis Tipis (Rahmani 2013)
Kromatografi Lapis Tipis digunakan secara kuantitatif untuk melihat jenis oligosakarida yang terbentuk. Analisis ini dilakukan pada plat silika gel 60 F254 (Merck art 20-20 cm) sebagai fase diam. Plat tersebut dibuat dengan ukuran 10 cm x 10 cm, garis start 1 cm dari batas bawah dan garis finish 0.5 cm dari batas atas. Sampel diteteskan sebanyak 8 kali menggunakan pipa kapiler dengan jarak 1 cm antara sampel. Plat dimasukkan ke dalam bejana pengembang berisi eluen yang telah dijenuhkan selama 1 jam. Eluen tersebut terdiri dari n-butanol:asam asetat:akuades dengan perbandingan 12:6:6 (ml). Elusi dilakukan hingga garis finish. Plat diangkat hingga eluen menguap semua pada suhu kamar lalu  disemprotkan dengan pewarna gula (0.5 gram α-difenilamin, 25 ml aseton, 2.5ml asam fosfat, 0.5 ml anilin pada erlenmeyer 300 ml). Plat dikeringkan didalam oven 100°C selama 15 menit hingga terbentuk spot. Setelah dingin diukur nilai Rf dari masing-masing komponen. Nilai Rf adalah perbandingan tinggi spot pada plat silika gel dengan tinggi larutan pengembang. Rumusnya yaitu:

Analisis profil oligosakarida menggunakan KCKT

Oligosakarida hasil hidrolisis enzimatis dianalisis secara kualitatif maupun kuantitatif menggunakan KCKT. Detektor yang digunakan yaitu Refractive Index Detector (RID) dan kolom Zorbax SIL (silika) dengan dilapisi 3-aminopropilsilen. Fase gerak yang digunakan adalah asetonitril dan akuades dengan rasio 75:25 (v/v) yang telah di-degassing. Kecepatan alir dan suhu yang digunakan adalah 1.4 ml/menit dan 30°C (Lee et al. 2003, Kandra et al. 2002).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar