Senin, 02 Desember 2013

Step 3: Oligosakarida, Prebiotik dan Probiotik

Oligosaccharides are sweet food component, approximately 0.3-0.6 times the sweetness of sucrose. They are indigestiblewater soluble substances with low energy. Therefore they can be used as low-calorie bulking agent (Flickinger, 2003). Some research using animal models showed that oligosaccharides can positively impact nutrient metabolism, improving glucose tolerance and reducing plasma ammonia and lipid concentration. This is an indication that certain oligosaccharides can be used to treat diabetes or renal problems. Classes of oligosaccharides are as follows: fructooligosaccharides, galactooligosaccharides, mannan oligosaccharides, lactosucrose, and xylooligosaccharides (Flickinger, 2003).

Prebiotik adalah pangan dengan kandungan oligosakarida yang berpotensi memberikan nutrisi bagi mikroflora usus yang menguntungkan, seperti Lactobacili dan Bifidobacteria.
Batasan prebiotik masih luas dimana bahan makanan oligosakarida dan polisakarida (termasuk serat makanan) dinyatakan mempunyai aktifitas prebiotik, akan tetapi tidak semua karbohidrat makanan adalah prebiotik. Untuk itu dibutuhkan batasan yang jelas, diperlukan klasifikasi yang secara ilmiah, bahan haruslah mempunyai sifat: 1. Tahan terhadap aktifitas asam lambung, hidrolisis enzim mamalia dan absorbsi usus pencernaan, 2. difermentasi oleh mikroflora usus pencernaan dan 3. menstimulasi secara selektif pertumbuhan atau aktifitas bakteri pencernaan yang berhubungan dengan kesehatan. Jadi prebiotik haruslah bahan makanan yang tidak dihidrolisa dan tidak diserap dibagian atas traktus gastrointestinal sehingga dapat mencapai kolon tanpa mengalami perubahan struktur dan tidak disekskresikan dalam feses, substrat yang selektif untuk satu atau sejumlah mikroflora komensal yang menguntungkan dalam kolon sehingga memicu pertumbuhan bakteri yang aktif melakukan metabolisme, dan mampu merubah mikroflora kolon menjadi komposisi yang menguntungkan kesehatan (COLLINS dan GIBSON, 1999).

Sebagai contoh, sebagian besar fraksi insulin mempunyai DP sekitar 14. Meskipun potensi penggunaan oligosakarida itu jelas, tetapi umumnya proses produksi oligosakarida itu masih terbatas. Untuk itu pengembangan teknologi produksinya merupakan suatu hal yang menantang. Produksi oligosakarida dapat dilakukan antara lain melalui proses rekayasa yaitu berupa: (i) sisitesis secara enzimatis maupun kimiawi, dan (ii) depolimerisasi polisakarida secara fisika, kimia atau enzimatis. (BARRETEAU et al.,2006).

Oligosakarida juga merupakan derivatif fruktosa dan galaktosa yang berperan prebiotik dalam meningkatkan imunitas. Tidak terdegradasi oleh enzim endogenus yang dihasilkan organisme inang. Tidak dicerna dan tidak diserap sehingga menurunkan asupan energi dalam pencernaan dan menurunkan pengeluaran insulin, akan tetapi dengan mudah difermentasi oleh Bifidobacteria yang ada dalan saluran pencernaan dan menghasilkan SCFA yang akan menurunkan pH usus sehingga persentase bakteri menguntungkan meningkat, sedangkan persentase bakteri pembusuk yang merugikan menurun. Hasil fermentasi mikrobial dari oligosakarida ini mempunyai pengaruh yang menguntungkan terhadap proliferasi sel dari dinding mukosa usus, menunjukan sifat antiradang dan aktifitas antitumor serta meningkatkan aktifitas motorik usus. Dengan demikian populasi bakteri gram negatif dapat menurun (OYOFO et al., 1989; BAYLEY et al., 1991; WALDROUP et al., 1993).



Sumber oligosakarida yang berupa karbohidrat sederhana yaitu biji-bijian, kacangkacangan, umbi-umbian dan dari hasil tanaman lainnya. Oligosakarida dari kelompok rafinosa bersifat fungsional karena tidak dapat dicernaoleh enzim-enzim pada pencernaan manusia, yaitu α–galaktosidase, sehingga berfungsi bagi kesehatan, diantaranya adalah menghasilkan energi metabolisme yang lebih rendah daripada sukrosa, tidak memberikan efek pada sekresi insulin dari pankreas, meningkatkan mikroflora usus dan mencegah penyakit gigi.

Prebiotik tak dapat dipisahkan dengan probiotik oleh karena target prebiotik adalah memacu pertumbuhan yang selektif dari bakteri probiotik (ROBERFROID, 2000). Oleh karena itu, manfaat penggunaan prebiotik tidak terlepas dari peranan probiotik untuk meregulasi dan memodulasi mikroekosistam populasi bakteri probiotik. Probiotik merupakan mikroba hidup yang diberikan sebagai suplemen makanan yang mempunyai pengaruh menguntungkan bagi kesehatan dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora usus (ROBERFOID, 2000).


Probiotik merupakan istilah untuk faktor pemacu tumbuh yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Pada tahun 1989, FULLER mempopulerkan istilah probiotik ini sebagai suplemen yang berupa mikroba hidup yang menguntungkan inangnya melalui peningkatkan keseimbangan microbial pencernaan. Pada tahun 2001, sebuah dokumen konsensus dari The International Life Sciences Institute Europe mengajukan sebuah batasan yang sederhana dan sekarang telah secara luas diterima sebagai batasan dari probiotik yaitu: makanan suplemen berupa bakteri hidup yang dapat memberi pengaruh menguntungkan bagi kesehatan manusia. FULLER (1989) menyatakan persyaratan yang harus dimiliki probiotik yang baik antara lain: (1) merupakan flora normal usus yang non patogenik, dapat mempertahankan aktivitasnya pada kondisi lingkungan yang tinggi keasamannya yaitu di lambung, dan pada konsentrasi garam yang tinggi di usus halus, (2) dapat tumbuh dan melakukan metabolisme dengan sangat cepat dan terdapat dalam jumlah yang tinggi, (3) mengkolonisasi bagian tertentu saluran pencernaan dimana diperlukan kemampuan untuk menempel pada permukaan epitelium (4) dapat memproduksi secara efisien asam-asam organik dan kemungkinan mempunyai sifat antimikrobra spesifik terhadap bakteri yang membahayakan, dan (5) mudah untuk diproduksi, bertahan hidup pada skala besar dan dapat mempertahankan viabilitas selama penyimpanan. 

Pustaka:
BAILEY, J.S., L.C. BLANKENSHIP and N.A. COX. 1991. Effect of Fructooligosaccharide on Salmonella Contamination of The Chicken Intestine. Poult. Sci. 70: 2433 – 2438.

BARRETEAU, H., C. DELATTRE and P. MICHAUD. 2006. Production of Oligosaccharides as
Promising New Food Additive Generation. Food Technol. Biotechnol. 44(3): 323 – 333.

COLLINS, M.D and G.R. GIBSON. 1999. Probiotics, Prebiotics, and Synbiotics: Ppproaches for Modulating The Microbial Ecology of The Gut. Am. J. Clin. Nutr. 69: 1052S – 1057S.

Flickinger, E.A. 2003. Oligosaccharides as functional food: can we improve gut health? Nutritional biotechnology in the feed and food industries. Proceeding of Alltech`s 19th Annual Symposium: 345-353. Edited by Lyons, T.P. and K.A. Jaques, Nothingham. University Press, UK.

HARYATI, T., SUPRIJATI K., dan SUSANA I.W.R. 2010nyawa Oligosakarida dari Bungkil Kedelai dan Ubi Jalar sebagai Prebiotik untuk Ternak. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.

FULLER, R. 1989. Probiotics in Man and Animals. J. Appl. Bacterial. 66: 365 – 378.

OYOFO, B.A., J.R. DELOACH, D.E CORRIER, J.O. NORMAN, R. L.ZIPRIN dan MOLLENHAUER. 1989. Effecks of Carbohydrat on Salmonella Typhimurium Colonization in Broiler Chickens. Avian Dis. 33: 531 – 534.

ROBERFOID, M.B., J.A.E. VANLOO dan G. R. GIBSON. 1998. The Bifidogenic Nature of Chicory Insulin and Its Hydrolysis Products. J. Nutr. 128: 11 – 19.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar